Posting ini dibuat satu hari setelah moris mati,tepat setelah hari kartini,dimana semua stasiun televisi latah mengangkat tema tentang perempuan. Pun di salah satu acara lawak yang aku tonton semalam,perdebatan antara wanita karir dan ibu rumah tangga.
Aku rasa menjadi ibu merupakan suatu keinginan yang paling mendalam sebagai seorang wanita. Sedangkan menjadi wanita karir merupakan pilihan dalam hidup. Terus terang agak sedikit terintimidasi juga ketika orang meneriakkan perempuan itu tak bisa apa-apa. Sama seperti kejadian pagi ini,ketika logika ku mengalahkan ego. Aku masih menyimpan kesal pada jingga,bukan artinya aku tak mau menerima pemberiannya,buatku,itu sama artinya dengan menghina ego nya sebagai kaum laki-laki. Bukan bentuk tanggungjawab seperti itu yang aku mau. Pasanganmu itu partner hidupmu. Bukan sekedar tanggungan yang menjadi beban hidup,terlepas dari kamu mencintainya sepenuh hati atau mencintainya karena allah mempertemukanmu di last minute umurmu. Terus terang aku sendiri malah kian bertanya,apa betul dia jodoh yang diberikan allah padaku. Sementara aku sendiri masih belum menyadari apa sebenarnya keinginanku. Entah itu sebuah candaan atau penghinaan yang masih terekam jelas itu kata-kata ini,'bukan sama siapa kamu nikah,tapi mau kapan kamu nikahnya?' dari pertanyaan tolol itu kalo aku menarik kesimpulan artinya tidak penting dia akan mencintainya atau tidak. Hey bung,jangan lupa,ketika wanita yang menjadi istrimu itu belum merasa adil,artinya kamu masih menanggung beban hidup terus. Keadilan itu bukan dilihat dari materi saja,tapi juga dilihat dari bagaimana kamu memenuhi batinnya. Aku lelah mengalah. Aku lelah untuk belajar mengerti saat ini. Biarkan aku sendiri dulu,untuk berfikir sejenak,apakah pelangi tidak bisa tanpa jingga?
Last paragraf,aku sebagai wanita memang tak tahu apa keinginanku saat ini. Tapi aku memiliki sedikit keinginan untuk menyumbangkan sesuatu bagi bangsa ini. Setidaknya saat aku tak lagi ada di dunia ini,orang akan mengenalkan dari berbagai peninggalanku.